Biografi
M. Husein Mutahar (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 5 Agustus 1916 – meninggal di Jakarta, 9 Juni 2004 pada umur 87 tahun), atau lebih dikenal dengan nama H.
Mutahar, adalah seorang komponis musik
Indonesia, terutama untuk kategori lagu kebangsaan dan
anak-anak.
Lagu ciptaannya yang
populer adalah hymne Syukur (diperkenalkan
Januari 1945) dan mars Hari Merdeka
(1946). Karya terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku, menjadi lagu resmi ulang tahun
ke-50 Kemerdekaan Indonesia. Lagu anak-anak ciptaannya, antara lain:
"Gembira", "Tepuk Tangan Silang-silang", "Mari
Tepuk", "Slamatlah", "Jangan Putus Asa", "Saat
Berpisah", dan "Hymne Pramuka".
Karier
Ia mengecap
pendidikan setahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
periode 1946-1947, setelah tamat dari MULO
B (1934) dan AMS A-I (1938).Pada tahun 1945, Mutahar bekerja sebagai
Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Jogjakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara
di Jogjakarta (1947).Selanjutnya, ia mendapat jabatan-jabatan yang
meloncat-loncat antardepartemen. Puncak kariernya barangkali adalah sebagai Duta Besar RI di Tahta Suci (Vatikan) (1969-1973). Ia diketahui menguasai
paling tidak enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya adalah sebagai
Penjabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974).
Kepanduan
Mutahar aktif dalam
kegiatan kepanduan. Ia adalah salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat
Indonesia, gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis. Ia juga dikenal
anti-komunis. Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Mutahar juga menjadi tokoh di dalamnya.
Namanya juga terkait dalam mendirikan dan membina Pasukan Pengibar Bendera
Pusaka (Paskibraka), tim yang beranggotakan pelajar dari berbagai penjuru Indonesia yang bertugas
mengibarkan Bendera Pusaka dalam
upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.
Paskibraka
Sebagai salah seorang
ajudan Presiden, Mutahar diberi tugas menyusun upacara pengibaran bendera
ketika Republik Indonesia merayakan hari ulang tahun pertama kemerdekaan, 17
Agustus 1946. Menurut pemikirannya, pengibaran bendera sebaiknya dilakukan para
pemuda yang mewakili daerah-daerah Indonesia. Ia lalu memilih lima pemuda yang
berdomisili di Yogyakarta (tiga laki-laki dan dua perempuan) sebagai wakil
daerah mereka.[4]
Pada tahun 1967,
sebagai direktur jenderal urusan pemuda dan Pramuka, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Mutahar diminta Presiden Soeharto untuk menyusun tata cara pengibaran Bendera Pusaka. Tata cara pengibaran Bendera Pusaka disusunnya
untuk dikibarkan oleh satu pasukan yang dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok
17 sebagai pengiring atau pemandu; kelompok 8 sebagai kelompok inti pembawa
bendera; kelompok 45 sebagai pengawal. Pembagian menjadi tiga kelompok tersebut
merupakan simbol dari tanggal Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar